( Model – Model
Pembelajaran Kontekstual )
1. Model
Pembelajaran Kooperatif ( Cooperatif Learning )
a. Pengertian
Suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Cooperative
Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam
kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang mempunyai kemampuan yang
berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang menggunakan ukuran kelompok yang
berbeda-beda (Cohen, 1986; Johnson & Johnson, 1994; Kagan, 1992; Sharan
& Sharan, 1992).
b. Jenis
– Jenis Model Pembelajaran Kooperatif
i. Student teams achievement
division (STAD)
Salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan
interaksi siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Langkah-langkah:
1)
Membentuk
kelompok yang anggotanya ± 4 orang.
2)
Guru
menyajikan materi pelajaran.
3)
Guru
memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya
memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
4)
Guru
memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak
saling membantu.
5)
Pembahasan
kuis
6)
Kesimpulan
ii. Jigsaw (model tim ahli)
Model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama
saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada
anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Langkah-langkah:
1) Siswa dikelompokkan dengan
anggota ± 4 orang
2) Tiap orang dalam tim diberi
materi dan tugas yang berbeda
3) Anggota dari tim yang berbeda
dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
4) Setelah kelomppok ahli
berdiskusi, tiap anggota kembali kekelompok asal dan menjelaskan kepada anggota
kelompok tentang subbab yang mereka kuasai
5) Tiap tim ahli mempresentasikan
hasil diskusi
6) Pembahasan
7) Penutup
iii. Group investivigation go a round
Langkah-langkah:
1)
Membagi
siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa
2)
Memberikan
pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
3)
Mengajak
setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara
bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.
iv. Think pair and share
Model ini menggunakan metode
diskusi berpasangan dan dilanjutkan dengan diskusi pleno, dengan model
pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa belajar
menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi / tujuan
pembelajaran.
Suatu teknik sederhana dengan
keuntungan besar yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat
informasi dan seorang siswa dapat belajar dari siswa lain serta saling
menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum dipresentasikan di depan kelas.
Langkah-langkah:
1)
Guru
menyampaikan inti materi
2)
Siswa
berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan
guru
3)
Guru
memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil Diskusinya
4)
Atas
dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang
belum diungkap siswa
5)
kesimpulan
v. Make a match (membuat pasangan)
Suatu
model mencari pasangan.
Langkah-langkah:
1)
Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk
sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu
jawaban)
2)
Setiap
siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang.
3)
Siswa
mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu
soal/kartu jawaban)
4)
Siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
5)
Setelah
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya
6)
Kesimpulan.
c. Ciri
– ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Arends (1997: 111),
pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
i.
siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
ii.
kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
iii.
jika
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda-beda,
iv.
penghargaan
lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Pembelajaran
kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut (Ibrahim, M., dkk., 2000: 10)
1
Menyampaikan
tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
2
Menyampaikan
informasi.
3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4
Membantu
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
5
Evaluasi
atau memberikan umpan balik.
6
Memberikan
penghargaan.
d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan
dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:
1
Meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
2
Penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, maupun ketidakmampuan. Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama
lain.
3
Mengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting
karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan
sosial.
2. Model
Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction )
a. Pengertian
Model
pembelajaran yang berpusat pada guru, yang mempunyai 5 langkah dalam
pelaksanaannya, yaitu menyiapkan siswa menerima pelajaran, demontrasi, pelatihan
terbimbing, umpan balik, dan pelatihan lanjut (mandiri) (Nur, 2000:7).
Model
Pembelajaran berasal dari kata Model dan Pembelajaran. ”Model
diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan” (Nur, 1996 : 78). Hakikat pembelajaran atau hakikat
mengajar adalah membentuk siswa untuk memperoleh informasi, ide, keterapilan,
nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara
bagaimana belajar (Joyce dan Weil dalam Nur, 1996 : 79).
Berdasarkan
pengertian di atas dapat dipahami bahwa model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan dapat berfungsi
sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pendidik dalam
merencanakan dan melaksanakan aktifitas proses belajar mengajar.
b. Jenis
– jenis Pembelajaran Langsung
1
Ceramah,
merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seorang kepada
sejumlah pendengar.
2
Praktek
dan latihan, merupakan suatu teknik untuk membantu siswa agar dapat menghitung
dengan cepat yaitu dengan banyak latihan dan mengerjakan soal.
3
Ekspositori,
merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah, hanya
saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit.
4
Demonstrasi,
merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah dan
ekspositori, hanya saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit dan siswa lebih
banyak dilibatkan.
5
Questioner
6
Mencongak
c. Ciri
– ciri Pembelajaran Langsung
1. Proses pembelajaran didominasi
oleh keaktifan guru.
2. Suasana kelas ditentukan oleh
guru sebagai perancang kondisi.
3. Lebih mengutamakan keluasan
materi ajar daripada proses terjadinya pembelajaran.
4. Materi ajar bersumber dari guru.
d. Tujuan
Pembelajaran Langsung
Model
pembelajaran langsung dikembangkan untuk mengefisienkan materi ajar agar sesuai
dengan waktu yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Dengan model ini
cakupan materi ajar yang disampaikan lebih luas dibandingkan dengan model-model
pembelajaran yang lain.
3.
Model Pembelajaran Berbasis
Masalah ( Problem Based Learning )
a. Pengertian
Suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah
itu mahasiswa (siswa) memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pembelajaran berbasis masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat
tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah
jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan
dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002 : 123).
b. Jenis – jenis Pembelajaran Berbasis
Masalah
Macam-macam pembelajaran
berdasarkan masalah Menurut Arends (1997), antara lain :
1
Pembelajaran
berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang
memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya.
2
pembelajaran
berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran
yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang
benar dan nyata.
3
belajar
otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa
mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam
konsteks kehidupan nyata.
4
Pembelajaran
bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti
metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
c.
Ciri
– ciri Pembelajaran Berbasis Masalah
ciri-ciri dari model pembelajaran
berdasarkan masalah menurut Arends (2001 : 349), antara lain :
1
Pengajuan
pertanyaan atau masalah.
2
Berfokus
pada keterkaitan antar disiplin.
3
Penyelidikan
autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis,
dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen
(jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4
Menghasilkan
produk dan memamerkannya.
5
Kolaborasi.
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat
dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.
d. Tujuan
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim,
2000 : 7).
Menurut Sudjana manfaat khusus
yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru
adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan
tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari
masalah yang ada di sekitarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudrajat, Akhmad. 2011. “Pembelajaran Berdasarkan Masalah”. (online), (file:///D: /materi/semester%204/SBM/sbm/Pembelajaran%20Berdasarkan%20Masalah%20_%20tentang%20PENDIDIKAN.htm, diakses tanggal 25 Maret 2013 pukul 12.01).
Mahmud.
2009. “LANGKAH-LANGKAH DALAM PEMBELAJARAN
COOPERATIVE LEARNING”. (online),
(file:///D:/materi/semester%204/SBM/sbm/langkah-langkah-dalam-pembelajaran.html
, diakses tanggal 25 Maret 2013 pukul 12.02).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar